a.
Pendahuluan
Identifikasi Jurnal
1. Penulis : Hartono (Staf Pengajar Prodi
BK FKIP Universitas
Adi Buana Surabaya)
Adi Buana Surabaya)
2.
Judul : “Bimbingan
dan Konseling dalam Konteks
Pendidikan Formal : Suatu Kajian Akademik”
Pendidikan Formal : Suatu Kajian Akademik”
3. Tahun
Publikasi : Juli 2009
4. Volume : 10
b.
Ringkasan
Dari
jurnal yang dipilih sebagai topik utama dalam pembahasan mengenai profesi
bimbingan dan konseling yang terkait dengan isu-isunya, ringkasannya adalah
sebagai berikut :
Dari sudut pandang profesi,
perkembangan bimbingan dan konseling di tanah air belum menunjukkan
perkembangan yang signifikan sebagai profesi yang mandiri. Permasalahan yang
terjadi di dalam konteks pendidikan formal diantaranya masih banyak guru
pembimbing (konselor sekolah) yang tidak memiliki kompetensi sebagai seorang
konselor (guru bukan lulusan bimbingan dan konseling), lalu untuk guru (latar
belakang Non-BK) yang sedang menjabat sebagai kepala sekolah diberikan
kebijakan oleh pemerintah (Depdiknas) untuk mengikuti bidang sertifikasi
bimbingan dan konseling sebagai profesi, hal itu banyak mencederai kualitas
layanan dalam pendidikan formal. Bimbingan dan konseling merupakan suatu
kenisayaan. Keberadaannya dalam ranah pendidikan tentu saja perlu diperhatikan,
terutama dalam pemilihan aktor (konselor) yang akan memberikan pengaruh
terhadap perkembangan prilaku peserta didik (konseli).
Jika melihat kondisi obyektif pendidikan
formal, Indonesia belum memiliki komitmen terhadap pembangunan pendidikan. Hal
itu bisa dibuktikan dengan penggugatan PGRI kepada pemerintah melalui Mahkamah
Konstitusi atas Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2006 tentang APBN 2007 yang
hanya mencantumkan 11,8% dari APBN, sedangkan tercantum dalam Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1 yang menyatakan bahwa anggaran pendidikan
dialokasikan minimal 20% dari APBN dan 20%
dari APBD. Hal itu menunjukkan adanya pertentangan yang menyatakan
inkonsistensi pemerintah dalam dukungan terhadap pendidikan.Walaupun demikian,
upaya pengembangan kurikulum yang merupakan unjuk kerja pemerintah tetap
dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.Dalam konteks pendidikan
formal, bimbingan dan konseling memberikan kontribusi dalam pembentukan dan
pengembangan kompetensi (softskill dan
hardskill) lulusan lembaga pendidikan formal yang merupakan implementasi
dari tujuan utuh pendidikan.
Profesi bimbingan dan konseling di
sekolah adalah suatu pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh guru
pembimbing (konselor sekolah) yang memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling kepada peserta didik sebagai
konseli. Upaya untuk menjadikan bimbingan dan konseling menjadi sebuah profesi,
mulai dilakukan sejak didirikannya IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) di
kota malang, 17 Desember 1975 dalam Konvensi Nasional Bimbingan dan Konseling
yang pertama. Lalu pada 15-17 Maret 2001 di Bandarlampung, nama IPBI berubah
menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dalam kongres IX dan
Konvensi Nasional XII IPBI. Sebagai profesi, unjuk kerja bimbingan dan konseling setidaknya memenuhi empat unsur,
yaitu teori pokok, praktik baku yang tervalidasi, otonomi profesi, dan
organisasi profesi yang kredibel.
Untuk meng-upgrade unjuk kerja profesi bimbingan dan konseling khususnya di
setting persekolahan, perlu dilakukan pengembangan profesionalitas dengan
mengikuti kegiatan profesi yang bersifat ilmiah di antaranya: penelitian,
seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan kegiatan sejenis
yang berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Hal tersebut tentunya merupakan
faktor pendukung yang menentukan masa depan profesi bimbingan dan konseling.
Karena profesi ini sangat membutuhkan bantuan berupa pendidikan (upaya-upaya
peningkatan profesionalitas) yang layak, agar kelak mampu menjadi profesi
mandiri.Oleh karena itu, para guru pembimbing (konselor sekolah) bersama-sama
dalam organisasi profesi (ABKIN) dan organisasi fungsional (MGBK) melakukan
upaya-upaya khusus dalam meningkatkan profesionalitas secara continue untuk mewujudkan bimbingan dan
konseling sebagai profesi masa depan yang mandiri.
c. Inti Reviu
Inti permasalahan yang diangkat
sebagai topik dalam jurnal yang dipilih yaitu bagaimana profesi bimbingan dan
konseling ini menjadi profesi yang mandiri namun memiliki berbagai macam
permasalahan yang menjadi faktor penyebab terhambatnya perkembangan profesi
bimbingan dan konseling, sehingga diadakannya upaya-upaya khusus guna
memberikan pemantapan terhadap konselor sekolah (jika setting persekolahan)
agar tidak mencederai konteks pemberian layanan terhadap konseli (peserta
didik). Untuk pemberian analisis kritis, topik ini akan dikorelasikan dengan isu-isu yang berkaitan dengan teoritis,
hubungan konselor dan konseli, dan berhubungan dengan profesi.
Permasalahan yang pertama yaitu
bagaimana kebijakan birokrasi persekolahan yang menugaskan kepada guru
pembimbing (lulusan non-BK) yang tidak
memiliki kompetensi bimbingan dan konseling tanpa pendidikan dan pelatihan yang
memadai yang akan menimbulkan pembelokkan ke arah polisi sekolah (school police), sehingga guru
pembimbing (konselor) akan semakin dijauhi oleh peserta didik, karena mereka
takut dengan guru pembimbing yang setiap harinya disibukkan untuk mengurusi
kedisiplinan siswa.Jika dikaitkan dengan isu-isu teoritis, permasalahan diatas
boleh jadi adanya kekeliruan guru pembimbing (non-BK) dalam menafsirkan
tanggung jawab sebagai konselor yang dimana pada hakikatnya seorang konselor
harus mampu untuk memberikan kesejahteraan terhadap konseli dengan
mengembangkan kepribadian konselor yang dapat diterima oleh konseli. Selain
itu, guru pembimbing (lulusan non-BK) tidak menunjukkan peran dan fungsi
sebagai konselor yang pada hakikatnya seorang konselor berperan sebagai pendidik (penjaga
norma,katalisator,pengajar,motivator dan innovator, fasilitator), pendamping, helper, dan tentunya sebagai seorang konselor yang utuh.
Ditinjau dari isu-isu yang
berhubungan dengan profesi, permasalahan diatas menunjukkan adanya incompetensi
(tidak menunjukkan kemampuan sebagaimana mestinya), tidak adanya pendidikan
profesi (minimal lulusan S1 bimbingan dan konseling), dan tidak adanya lisensi
sebagai bukti kewenangan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk
mengakui keahliannya sebagai seorang konselor yang professional.
Permasalahan yang kedua, melihat
kondisi obyektif pendidikan formal, implementasi KTSP yang didasarkan pada
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi,
dimana pengembangan diri sebagai salah satu materi kurikulum SD/MI, SMP/MTs,
dan SMA/MA yang bersifat non-mata pelajaran yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada subyek didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya melalui kegiatan pelayanan konseling
dan kegiatan ekstrakulikuler, yang mengundang wacana public pro dan kontra yang
berakar pada terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan makna pengembangan diri.
Hal tersebut haruslah dihindari dampaknya yang membawa konselor yang tidak
menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan, ke dalam wilayah layanan
guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks pelayanan. Dengan kata
lain, sesungguhnya penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait dengan
wilayah layanan guru. Oleh karena itu perlu dirajutkan ke dalam pembelajaran
yang mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks layanan.Meskipun
demikian, guru pembimbing (konselor sekolah) juga diharapkan untuk berperan
serta dalam bingkai layanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu membahu
dengan guru termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kulikuler.
Jika dihubungkan dengan isu-isu yang
berhubungan dengan teoritis seyogyanya adanya kerjasama antara guru pembimbing
(konselor sekolah) dengan guru mata pelajaran lain yang mengacu pada satu
tujuan yaitu bersama-sama untuk membangun karakter peserta didik menuju
kemandirian yang mampu memberikan manfaat bagi bangsa.
Dalam Jurnal yang dibahas ini,
dinyatakan pula bahwa bimbingan dan konseling sebagai profesi yang mandiri.Di
dalamnya terdapat konselor dan konseli sebagai aktor dalam memainkan peran
layanan bimbingan dan konseling.Konselor pun harus melakukan berbagai
upaya-upaya khusus guna meningkatkan profesionalitas dirinya dalam
mengembangkan unjuk kerjanya.Upaya-upaya tersebut yaitu mengikuti kegiatan
profesi yang ilmiah seperti penelitian, seminar, lokakarya, workshop,
pelatihan, diskusi panel, dan kegiatan sejenis yang berskala lokal, nasional,
regional, maupun internasional.
Ditinjau dari isu-isu teoritis, hal
diatas merupakan salah satu faktor pendukung konselor untuk mengetahui
penggunaan tehnik-tehnik dalam penguasaan beberapa tehnik yang dilakukan dalam
konteks layanan guna memberikan kemudahan pada saat proses bimbingan dan
konseling berlangsung. Tidak hanya itu, dengan meningkatkan profesionalitas hal
itu menunjukkan untk meningkatkan rasa tanggung jawab seorang konselor untuk
selalu meng-upgrade kepribadiannya
sebagai seseorang yang dapat diterima oleh konseli.
Dengan terciptanya pemantapan
profesionalitas diatas yang dilakukan secara berkesinambungan, kemungkinan
besar untuk masa depan bimbingan dan konseling yang mandiri akan dapat ditempuh
dengan waktu yang realatif cepat.
d.
Kelebihan
dan Kekurangan
Kelebihan
dari jurnal yang diangkat ini dari sudut pandang mahasiswa cukup mudah untuk
dipahami karena bahasa yang tidak terlalu rumit, bahasan yang mendasar serta
tidak jauh dari apa yang diutarakan dalam abstrak, dan juga penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar yang memudahkan pembaca dalam memahami jurnal
tersebut. Dalam jurnal ini dijelaskan secara mendasar bagaimana perkembangan
profesi bimbingan dan konseling di tanah air khususnya dalam konteks
persekolahan yang menjadi gagasan utama pembahasan reviu jurnal.Tidak hanya
itu, dijelaskan pula kondisi subyektif pendidikan formal yang didukung oleh
beberapa sumber, lalu dijelaskan pula bimbingan konseling sebagai profesi dan
berbagai upaya-upaya konselor untuk meningkatkan profesionalitas sebagai
seorang konselor yang utuh, memberikan makna bahwa profesi bimbingan dan
konseling adalah profesi yang mandiri.
Namun,
ada pula kekurangan dari jurnal yang dijadikan bahan reviu ini, antara lain
masih ada kata-kata yang asing (belum dapat dipahami oleh kalangan mahasiswa
pada umumnya), masih ada kekeliruan dalam pengetikan pula, disini kata yang
belum saya pahami yaitu “pengejawantahan”. Namun kata itu saya akui sudah
banyak mahasiswa yang mengetahui arti dari kata tersebut, khususnya mahasiswa
tingkat dua atau tiga.
Secara
keseluruhan, konten dari jurnal ini dapat dikatakan mendasar dalam artian mampu
dipahami oleh mahasiswa S1 bimbingan dan konseling khususnya yang baru memasuki
tingkat satu.Berbeda dengan sumber bacaan lainnya yang cenderung memiliki
tingkat bahasa dan penafsiran yang belum diketahui sepenuhnya oleh mahasiswa
tingkat satu. Terdapat kelebihan dan kekurang dari jurnal ini, akan tetapi
jurnal ini sangat cocok untuk bahan pembahasan mendasar yang diberikan kepada
mahasiswa tingkat satu.
e.
Kesimpulan
Bimbingan dan Konseling sebagai profesi merupakan
sebuah keniscayaan (harus ada) dalam ranah pendidikan formal.Profesi yang
memandirikan ini sangat berperan penting dalam ranah pendidikan formal pada
khususnya dalam mengembangkan prilaku, potensi, minat, serta bakat peserta
didik.Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam profesi bimbingan dan
konseling mulai dari pembelokkan arti dari seorang konselor sekolah dikarenakan
tidak adanya kompetensi bimbingan dan konseling dalam memberikan
layanan-layanan yang diberikan kepada konseli. Sesuai dengan apa yang berada
dalam isi jurnal ini, melalui upaya-upaya khusus untuk meningkatkan
profesionalitas profesi konselor sekolah seperti penelitian, seminar,
lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan kegiatan sejenis yang
berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional, perlu untuk selalu
dikembangkan sebagai program utama yang menjadi proses dalam peningkatan
profesionalitas konselor sekolah. Oleh karena itu, disini sangat perlu adanya
kontribusi dari seluruh pihak yang memiliki tanggung jawab dalam pengembangan
pendidikan.Tidak hanya sekedar berkontribusi dalam tersurat saja, namun perlu
adanya tindak nyata untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di
dalam profesi bimbingan dan konseling ini perihal isu-isu yang terkait dengan
bimbingan dan konseling itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar